- A. Pengertian Obligasi dan Sukuk
- 1. Pengertian Obligasi
Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie” yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “obligasi” yang berarti ‘kontrak’. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan utang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga, yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten atau Badan Pelaksana Pasar Modal (Abdul Manan:2010).[1]
Menurut Drs. Bambang Riyanto, obligasi merupakan suatu pengakuan hutang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan atau lembaga-lembaga lain sebagai pihak yang berhutang yang mempunyai nilai nominal tertentu dan kesanggupan untuk membayar bunga secara periodic atas dasar persentase tertentu yang tetap.[2]
Sedangkan dalam buku pengantar ekonomi perusahaan, diberi batasan bahwa yang dimaksud dengan obligasi adalah suatu surat tunda hutang yang dikeluarkan umumnya oleh perseroan terbatas dan mendapat bunga setiap tahun sekalipun suatu perseroan tidak mendapatkan laba dalam tahun tertentu, namun perusahaan harus membayar bunga bagi para pemegang obligasi. Bunga ini besarnya sudah ditentukan terlebih dahulu dan dicantumkan dalam obligasi yang bersangkutan.[3]
Dalam literatur lain, secara sederhana obligasi dapat diartikan dengan “suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.”[4]
Pengertian lainnya, obligasi atau bond, adalah surat hutang jangka panjang yang dikeluarkan oleh emiten (peminjam) dapat berupa badan hukum/ perusahaan atau pemerintah yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka, dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumnya. Investasi pada obligasi memiliki potensial keuntugan lebih besar dari pada produk perbankan.Keuntugan berivestasi di obligasi adalah memperoleh bunga dan kemugkianan adanya capital gain.[5]
Dari penjelasn di atas dapat disimpulkan bahwa obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang dengan dikeluarkannya surat pengakuan hutang oleh debitor yang mempunyai nominal tertentu.
- 2. Pengertian Sukuk
Sukuk adalah salah satu efek[6]yang diperdagangkan di pasar modal saat ini. Baik di dunia international maupun di tingkat nasional. Instrumen keuangan ini tumbuh pesat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan instrumen keuangan konvensional lainnya.
Sukuk berasal dari kata “صكوك” bentuk jamak dari kata “صك” dalam bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain uang.[7] Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama fiqih sedunia yang diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002. Secara singkat AAOIFI (The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions) mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat berniliai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah, dijelaskan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten[8] kepada investor (pemegang obligasi) yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana investasi pada saat jatuh tempo.[9]
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.[10]
Sukuk dapat pula diartikan dengan efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan, yang paling tidak terbagi atas:
kepemilikan aset berwujud tertentu;
nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau
kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu (Wikipedia Indonesia:2010)
Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut : “Efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
aset berwujud tertentu (a’yaan maujudat);
nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yaan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
jasa (al-khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan); dan atau
kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”
Sedangkan DR.Hussein Syahattah, pakar ekonomi syariah ternama di Mesir, menjelaskan mengenai sukuk dalam makalahnya yang berjudul “Tasaaulat Haula as-Shukuk al Islamiyyah wal Ijaabah ‘Alaiha” (”Berbagai Pertanyaan Seputar Sukuk dan Jawabannya”), sebagai berikut:
“تقوم فكرة الصكوك الإسلامية على المشاركة في تمويل مشروع أو عملية استثمارية متوسطة أو طويلة الأجل وفقًا لقاعدة “الغُنْم بالغُرْم” (المشاركة في الربح والخسارة) على منوال نظام الأسهم في شركات المساهمة المعاصرة ونظام الوحدات الاستثمارية في صناديق الاستثمار؛ حيث تؤسس شركة مساهمة لهذا الغرض، ولها شخصية معنوية مستقلة، وتتولى هذه الشركة إصدار الصكوك اللازمة للتمويل وتطرحها للاكتتاب العام للمشاركين، ومن حق كل حامل صك المشاركة في رأس المال والإدارة والتداول والهبة والإرث ونحو ذلك من المعاملات المالية.”
“Sukuk Islami berdiri di atas landasan musyarakah (kerja sama keterlibatan) dalam mendanai sebuah proyek atau dapat juga dikatakan sebagai usaha investasi jangka menengah dan jangka panjang yang sesuai dengan kaidah “al-ghunmu bil ghurmi” (keterlibatan yang sama dalam keuntungan dan kerugian) dalam sistem saham di perusahaan-perusahaan saham modern dan dalam sistem unit investasi di pasar-pasar investasi. Di mana perusahaan emiten merancang sistem penerbitan sukuk yang mempunyai karakteristik tersendiri. Perusahaan emiten inilah yang bertanggung jawab dalam penerbitan sukuk yang diperlukan untuk pembiayaan proyek dan melemparkan tawaran ke pasar modal bagi para investor. Pemegang sukuk berhak untuk bermusyarakah dalam modal, pengelolaan, distribusi, hibah, waris, dan lainnya yang berkaitan dengan muamalah maaliyah.”.
- B. Landasan Hukum Islam Mengenai Obligasi dan Sukuk
- 1. Landasan Hukum Obligasi
- a. Landasan Al-Quran
- 1. Landasan Hukum Obligasi
Dalil mengenai obligasi dalan Al-Quran berkaitan dengan dalil umum pengharaman riba dikarenakan dalam sistem obligasi konvensional pihak pemegang obligasi berhak mendapatkan bunga tetap sebagai imbalan atas investasi yang telah dipercayakan kepada perusahaan. Diantaranya ayat Al-Quran yang berbunyi:
” وَأَحَلَّ اللَّهُ البَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ” (البقرة: 275)
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS Al-Baqarah ayat 275)
- b. Landasan Hadits dan Riwayat (Atsar) Sahabat
Dalil mengenai pengharaman obligasi disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah SAW dan atsar sahabat Rasulullah SAW, diantaranya:
- Menurut Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatha’ diterangkan bahwa:
“Yahya meriwayatkan kepadaku (Imam Malik) dari Malik bahwa ia mendengar tanda terima atau resit kwitansi (sukukun) dibagikan pada penduduk pada masa Marwan Ibn al-Hakam untuk barang-barang yang berada di pasar al-jar. Penduduk membeli dan menjual kwitansi atau resit tersebut diantara mereka sebelum mereka mengambil barangnya. Zayd Ibn Tsabit bersama seorang sahabat Rasulullah Saw, pergi menghadap Marwan Ibn al-hakam dan berkata, “ Marwan! Apakah engkau menghalalkan riba?” Ia menjawab, “ Naudzubillah! Apakah itu?” Ia berkata, “Resit-resit ini yang dipergunakan penduduk untuk berjual-beli sebelum menerima barangnya. “Marwan kemudian mengirim penjaga untuk mengikuti mereka dan mengambilnya dari penduduk kemudian mengembalikannya pada pemilik asalnya.
Riwayat ini menunjukkan keharaman surat jaminan karena dua hal yaitu:
Apa yang dilakukan oleh masyarakat dalam riwayat tersebut sesungguhnya adalah jual beli utang yang diharamkan oleh Allah SAW dan Rasulullah SAW. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
أن النبي نهى عن الكلئ بالكالــــــــــئ” اخرجه الحاكم في المستدرك
Nabi SAW melarang jual beli hutang dengan hutang (Diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitabnya Mustadrak)
Mengandung unsur riba nasi’ah pada pertukaran (sarf) barang yang sejenis dengan penambahan nilai.
Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.
“Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.”
- c. Pendapat Ulama Fiqih
Sebagian besar ulama Islam kontemporer melarang jual beli obligasi konvensional dalam semua jenis dan secara keseluruhan, serta menganggap bahwa hukumnya haram mutlak. Para ulama yang berpendapat seperti itu ialah Syaikh Shaltut, Muhammad Yusuf Mussa, Syaikh Yusuf Qardawi, Abdul Aziz al Kahiat, Ali al Salus, dan Saleh Marzuki dengan memberi petunjuk fiqih yang menjadi dasar keluarnya fatwa larangan tersebut yaitu:
Obligasi konvensional yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pemerintah dianggap sama seperti utang yang di dalamnya terdapat bunga. Bunga ini bisa dikategorikan sebagai riba nasi’ah yang diharamkan oleh Islam.
Utang obligasi sama dengan deposito yang disimpan dalam bank, dan hitungan bunga atas obligasi dianggap sama dengan bunga deposito, walaupun uang dari obligasi itu bisa diinvestasikan secara khusus setelah diserahkan kepada pihak yang mengeluarkan obligasi serta dijamin atas pengembaliannya setelah jatuh tempo plus tambahnya (bunga). Cara ini dianggap sama saja dengan utang yang dipakai untuk produksi yang dikenal di zaman jahiliah dan diharamkan oleh Al-Qur’an dan Sunah.
- 2. Landasan Hukum Sukuk
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk berdasarkan yang tercentum dalam Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah sebagai berikut:
Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
“Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”
Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34
وَاَوْفُوْا بِاْلعَهْدِ اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“……dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
Hadis Nabi SAW:
عن عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص م : الصّلْح جائز بين الْمسلمين الا صلْحا حرّم حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى شروطهِم إلا شرطا حرّم حلالا أو أحلّ حراما (رواه امام الترمذى)
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”(HR.Tirmidzi)
Hadis Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daruquthni, dan yang lain, dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi SAW bersabda:
(لا ضرر و لا ضرار (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما
“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain.”
Kaidah Fiqih:
الأصل فى العادات العفو فلا يحظر منه الا ما حرم الله
“Hukum asal dalam adat/kebiasaan adalah boleh, kecuali apa-apa yang diharamkan oleh Allah.”
الاصل فى المعاملات الاباحــــــة إلا أن يدل الدليل على تحريمـــــه
“Hukum asal muamalah itu adalah boleh kecuali jika ada dalil yang mengharamkan”
المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan dapat menarik kemudahan”
الحاجة قد تنزل منزلة الضرورة
“Keperluan dapat menduduki posisi darurat”
الثابت بالعرف كالثابت بالشرع
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syariat)”
Pendapat Ulama
Fatwa Dewan Syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya yang memggunakan istilah bond, dimana istilah bond mempunyai makna loan (hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah interest (bunga), sedangkan dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah bond ditukar dengan istilah Sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturanm di Bapepam LK.
Abu Hanifah dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula.
- C. Perkembangan Sukuk
Sukuk sudah pakai sebagai salah satu alat pembayaran sejak awal islam dimana jatah (santunan negara) atau gaji para pegawai negara kadangkala dibayar dengan memakai kertas tersebut. Dalam sejarah disebutkan bahwa khalifah Umar Ibn al-Khatab adalah khalifah pertama yang membuat shak dengan membubuhkan setempel dibawah kertas shak tersebut.
ü Perkembangan Pasar Sukuk Global
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA – Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan global corporate Sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan bak cendawan di musim hujan. Tidak ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam pun mulai melirik hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar. Dan masih banyak contoh lainnya.
Perkembangan dana keuangan Islam di berbagai lembaga keuangan islam seluruhnya mencapai US $ 1.3 triliun yang dikelola lebih kurang 300 institusi lembaga keuangan disekitar 75 negara yang tersebar dari London, New York dan Zurich hingga ke Timur Tengah, afrika dan Asia. Adapun pasar keungan Islam diperkirakan berjumlah US$ 400 miliyar dengan tingkat perkembangan rata-rata 12%-15%. Seperti yang dilaporkan oleh IIFM pada bulan september 2006, Negara-negara yang paling maju dalam mengmbangkan keuangan Islam adlah Malysia, Kuwait, Saudi Arabia, United arab Emirates (UEA). Kingdom of Bahrain, dan Qatar. Dimana negara-negara tersebut telah sampai pada level peningkatan inovasi bisnis dan memiliki kemampuan ekpansi pasar yang berkelanjutan.
Negara-negara seperti Brunei, Indonesia, Afrika Selatan, Maroko, Turki, dan Pakistan sedang berusaha mengjar pada level berikutnya, yaitu sebagai kompetitor dalam pengembangan dan ekspansi pasar yang diterima masyarakat luas. Adapun negara-negara yang sedang untuk mengembang kan keungan Islam adlah Syiria, Lebanon, Germany, USA, dan Singapore. Dan untuk negara-negara china, India, Hongkong, dan Australia masih menanti dan mengamati peluang pasar.
Adapun perkirakan perkembangan keuangan Islam berikutnya akan lebih cepat, walaupun saat ini market share masih relatif kecil. Perkembangan pasar sukuk global saat ini telah meningkat dan cukup matang, hal ini dimulai dari kesadaran para investor dan penetiban sukuk untuk menggunakan momentum peningkatan harga minyak wangi dewasa ini.
Adapun untuk katagori Sukuk Negara, maka yang terbesar adalah UEA yaitu 45%, kemudian menyusul Bahrain 17%, dan Saudia Arabia 7%, Malaysia 6%. Saat jumlah Sukuk negara telah mencapai 76 Sukuk dengan total jumlah US$ 1,2 Miliar (LMC, Juni 2007).
ü Sukuk di Tanah Air
Di Indonesia payung hukum yang menjadi landasan penerbitan obligasi sukuk, adalah UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah. Menurut perkembangan, pencarian format landasan hukum penerbitan payung hukum tentang surat berharga syariah ini, sesunggunya telah mulai proses panjang, yaitu sejak tahun 2003 ketika Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menyuarakan penerbitan sukuk untuk menangkap peluang investasi sekaligus perkembangan perekonomian syariah di Indonesia. DSN-MUI juga telah melontarkan ide amandemen Undang-Undang Nomor 2002 tentang Surat Utang Negara tetapi ide ini juga kandas. Pada tahun 2005, DSN-MUI kembali mengajukan usulan agar pemerintah segera mengeluarkan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah, usaha tersebut telah berhasil dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 19 tahun 2008 tersebut.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menerbitkan Obligasi PLN XII Tahun 2010 senilai maksimal Rp 2,5 triliun dan Sukuk Ijarah PLN V Tahun 2010 senilai maksimal Rp 500 miliar. Dana yang diperoleh dari Penawaran Umum ini setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi seluruhnya akan digunakan untuk mendanai kegiatan investasi jaringan distribusi tenaga listrik.
Berikut ini nama daftar perusahaan emitten sukuk di Indonesia 2012-2013 (masih berlaku, sumber: http://www.sahamok.com):
ü PT. Adhi Karya (persero) Tbk.
ü PT. Bank Syariah Muamalat Tbk.
ü PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) Tbk.
ü PT. Aneka Gas Industri
ü PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.
ü PT. Indosat Tbk.
ü PT. Berlian Laju Tanker Tbk.
ü PT. Mitra Adiperkasa Tbk.
ü PT. Matahari Putra Prima Tbk.
ü PT. Pupuk Kalimantan Timur Tbk.
ü PT. Salim Ivomas Pratama Tbk.
ü PT. Lotte Chemical Titan Nusantara
ü PT. Sumberdaya Sewatama
ü PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk.
ü Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat
ü PT. Mayora Indah Tbk.
- D. Karakteristik Obligasi dan Sukuk
Sebagai salah satu efek syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.[11]
Sedangkan dalam literatur lain disebutkan bahwa karakteristik sukuk adalah: (Depkeu:2010)
merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat;
pendapatan berupa imbalan, marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang digunakan;
terbebas dari unsur riba, gharar, dan maisir;
penerbitannya melalui Special Purpose Vehicle (SPV);
memerlukan underlying asset; dan,
penggunaan proceds (hasil jual) harus sesuai prinsip syariah.
DR. Hussein Syahattah menjelaskan karakteristik sukuk dengan :
Satuan unit investasi pokok modal sukuk mempunyai nilai yang rata dan sama, jumlah sukuk yang dimiliki investor menggambarkan persentase kepemilikan dan haknya terhadap bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) dari aset suatu proyek yang sedang berlangsung.
Aset yang dijadikan dasar sukuk dapat berwujud aset tetap, aset yang beredar, atau hak-hak maknawiyah, dan sebagainya.
Peredaran sukuk harus melalui perantaraan sistem dan proses yang diperbolehkan secara syar’i dan juga undang-undang. Di mana investor (pemegang sukuk) mempunyai hak untuk memindahkan kepemilikan, menggadaikan, menghibahkan, dan transaksi keuangan melalui perusahaan perantara atau badan lainnya yang mendapatkan izin sesuai undang-undang yang berlaku.
Sukuk Islami mempunyai sifat dasar keterlibatan yang sama dala keuntungan dan kerugian, sebagaimana dalam saham.[12]
- E. Perbandingan Antara Obligasi Konvensional dan Sukuk
Menurut Hamidi: 2003, dalam harga penawaran, jatuh tempo, pokok obligasi saat jatuh tempo, dan rating antara Sukuk dengan Obligasi Konvensional tidak ada bedanya. Perbedaan keduanya terdapat pada pendapatan dan return, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keterangan | Sukuk | Obligasi Konvensional |
Harga Penawaran | 100% | 100% |
Jatuh Tempo | 5 tahun | 20 tahun |
Pokok Obligasi saat jatuh tempo | 100% | 100% |
Pendapatan | Bagi Hasil | Bunga |
Return | 15,5-16% indikatif | 15,5-16% tetap |
Rating | AA+ | AA+ |
MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:8) mengemukakan perbandingan kedua obligasi tersebut di atas dengan memasukkan obligasi mudarabah dan obligasi ijarah sebagai berikut:
Perbandingan Obligasi dan Sukuk
Obligasi Konvensional | Syariah Mudharabah | Syariah Ijarah | |
Akad (Transaksi) | Tidak Ada | Mudharabah (Bagi Hasil) | Ijarah (Sewa/Lease) |
Jenis Transaksi | – | Uncertainty Contract | Certainty Contract |
Sifat | Surat Hutang | Investasi | Investasi |
Harga Penawaran | 100% | 100% | 100% |
Pokok Obligasi saat Jatuh Tempo | 100% | 100% | 100% |
Kupon | Bunga | Pendapatan/Bagi Hasil | Imbalan/Fee |
Return | Float/Tetap | Indikatif berdasarkan Pendapatan/Income | Ditentukan sebelumnya |
Fatwa Dewan Syariah Nasional | Tidak Ada | No. 33/DSN-MUI/IX/2002 | No: 41/DSN-MUI/III/2004 |
Jenis Investor | Konvensional | Syariah/Konvensional | Syariah/Konvensional |
Departemen Keuangan (2010) mengemukakan perbedaan obligasi dan sukuk sebagai berikut:
Deskripsi | Sukuk | Obligasi |
Penerbit | Pemerintah, Korporasi | Pemerintah, Korporasi |
Sifat Instrumen | Sertifikat kepemelikan/penyertaan atas suatu aset | Instrumen pengakuan hutang |
penghasilan | Imbalan, bagi hasil, margin | Bunga/kupon, capital gain |
Jangka waktu | Pendek-menengah | Menengah-panjang |
Underlying asset | Perlu | Tidak perlu |
Pihak yang terkait | Obligor, SPV, investor, trustee | Obligor/issuer, investor |
Harga | Market price | Market price |
Investor | Islami, konvensional | konvensional |
Pembayaran pokok | Bullet atau amortisisasi | Bullet atau amortisisasi |
Penggunaan hasil penerbitan | Harus sesuai syariah | bebas |
Adam & Thomas (2004), halaman 54, menjelaskan perbedaan antara obligasi, sukuk, dan saham, sebagai berikut:
Selain itu, untuk mempertegas perbedaan keduanya, dapat dilihat dalam pelaksanaanya, yaitu haruslah sesuai dengan prinsip syariah. Sapto Raharjo, 2003; 144-145, mengemukakan bahwa secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah adalah sebagai berikut:
- Sukuk haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi hasi atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo.
- Sukuk mudarabah yang diterbitkan harus berdasarkan pada bentuk pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya serta pendapatan yang diterima harus bersih dari unsure non-halal.
- Nisbah (rasio bagi hasil) harus ditentukan sesuai kesepakatan sebelum penerbitan obligasi tersebut.
- Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan.
- Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DPS atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI.
- Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, wajib dilakukan pengembalian dana investor dan harus dibuat surat pengakuan utang.
- Apabila emiten berbuat kelalaian atau cedera janji, maka pihak investor dapat menarik dananya.
- Hak kepemilikan sukuk mudarabah dapat dipindahtangankan kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad perjanjian.[13]
- F. Jenis-jenis Obligasi dan Sukuk
- 1. Jenis Obligasi yang Dikenal di Indonesia
Macam-macam obligasi yang dikenal di pasar Indonesia:[14]
- a. Berdasarkan penerbitan
Obligasi pemerintah pusat
Obligasi pemerintah daerah
Obligasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Obligasi perusahaan swasta
- b. Berdasarkan Jaminan
Unsecured bonds/ debentures atau obligasi tanpa jaminan
Indenture atau Obligasi dengan jaminan
Mortgage bondatau obligasi yang dijamin dengan property
Collateral trust atau obligasi yang dijamin dengan sekuritas
Equipment trust certifivates atau obligasi yang dijamin asset tertentu
Collateralized mortage atau obligasi yang dijamin pool of mortage atau portofolio mortage-backed securities.
- c. Berdasarkan Jenis Kupon
Fixed rate, obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap sejak diterbitkan hingga jatuh tempo
Floating rate, obligasi yang tingkat bunganya mengikuti tingkat kupon yang berlaku di pasar
Mixed rate, obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap untuk periode tertentu.
- Berdasarkat peringkatnya
Investment grade bonds, minimal BB+
Non-investment-grade bonds, CC atau speculative bond dan D atau junk bond.
- e. Berdasarkan Ada Tidaknya Kupon
Coupon bonds pada obligasi berkupon
Zero coupon bonds, untuk obligasi nirkupon.
- f. Berdasarkan call fenture
Freely callable bond, obligasi yang dapat ditarik kembali oleh penerbitnya setiap waktu sebelum masa jatuh tempo
Non-callable bond, setelah obligasi diterbitkan dan terjual,tidak dapat dibeli atau ditarik kembali oleh penerbitnya sebelum obligasi tersebut jatuh tempo.
Deffered callable bond adalah kombinasi antara Freely callable bonddengan Non-callable bond.
- g. Berdasarkan konversi
Convertible bond, obligasi yang dapat ditukarkan saham setelah jangka waktu tertentu.
Non-convertible bond, obligasi yang tidak dapat dikonversi menjadi saham.
- Jenis obligasi lainya
Income bond, obligasi yang membayarkan kupon jika emiten penerbitnya mendapatkan laba.
Guaranteed boond, obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan cabang tetapi tidak didukung oleh perusahaan induk.
Participating bond, obligasi yang memiliki hak menerima atas laba selain penghasilan bunga secara periodic.
Voting bond, obligasi yang mempunyai hak suara.
Serial bond, obligasi yang pelunasannya berdasarkan nomor seri.
Inflation Index bond, atau disebut juga treasury inflation protection securities (TIPS), obligasi yang nilai nominalnya (principal) selalu disesuaikan dengan tingkat inflasi yang sedang berlaku.
- 2. Jenis Sukuk yang Dikenal di Indonesia
Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Acounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institusions (AAOIFI) dan diadopsi dalam UU No.19 Tahun 2008 tentang SBSN, antara lain:[15]
- Sukuk ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah, yang satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak guna (manfaat) suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakati tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah al-Muntahiyah Bittamlik (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease.
Untuk lebih jelasnya lihat skim ijarah berikut (MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:9):
Contoh skim ijarah bisa dilihat pada penerbitan obligasi ijarah Matahari Departemen Store. Perusahaan ritel ini mengeluarkan obligasi ijarah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk menyewa ruangan usaha dengan akad wakalah. Matahari bertindak sebagai wakil untuk melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi/investor). Ruang usaha yang disewa adalah Cilandak Town Square di Jakarta. Ruang usaha tersebut dimanfaatkan Matahari sesuai dengan akad wakalah, yang atas manfaat tersebut Matahari melakukan pembayaran sewa (fee ijarah) dan pokok dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan, sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi. Jangka waktu obligasi tersebut selama lima tahun (MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:9).
- Sukuk mudarabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudarabah yang merupakan satu bentuk kerjasama, yang satu pihak menyediakan modal (rabb al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudarib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal.
Untuk lebih jelasnya lihat skim mudarabah berikut MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:9):
Sebagai contoh, Berlian Laju Tanker telah menerbitkan obligasi mudarabah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan di BES dan KSEI ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga return-nya berubah setiap tahun sesuai pendapatan (MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:9).
c. Sukuk musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah yang merupakan suatu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal yang digunakan untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan atau kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing.
- Sukuk istishna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ yang merupakan suatu bentuk perjanjian jual beli antara para pihak untuk pembiayaan suatu proyek. Adapun cara, jangka waktu, dan harga ditentukan oleh berdasarkan kesepakatan para pihak.
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari :
Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
Sertifikat salam.
Sertifikat istishna.
Sertifikat murabahah.
Sertifikat musyarakah.
Sertifikat muzara’a.
Sertifikat musaqa.
Sertifikat mugharasa.
Sementara itu Academy for International Modern Studies (AIMS) mengklasifikasikan jenis sukuk: Sukuk mudharabah, sukuk musyarakah, sukuk ijarah, sukuk murabahah, sukuk salam, sukuk istishna, sukuk hybrid.
Di samping itu, AIMS juga membagi sukuk menjadi empat kelompok berdasarkan aset atau proyek yang menjadi dasar transaksinya, sebagai berikut:
Sukuk yang mewakili kepemilikan pada aset berwujud (sebagian besar berupa transaksi sale and lease back atau direct lease);
Sukuk yang mewakili kemanfaatan atau jasa (mendasarkan pada transaksi sub lease atau penjualan jasa/sale of service);
Sukuk yang mewakili bagian ekuitas dalam usaha atau portofolio investasi tertentu (berdasarkan akad musyarakah atau mudharabah);
Sukuk yang mewakili piutang atau barang yang diterima di masa depan (berdasarkan murabahah, salam, atau istishna).
Atas dasar proyek atau aset yang mendasarinya tersebut di atas, sukuk dapat juga dikelompokkan menjadi dua yaitu sukuk yang dapat diperdagangkan dan sukuk yang tidak dapat diperdagangkan. Sukuk yang dapat diperdagangkan (tradable sukuk) adalah sukuk yang mewakili aset berwujud atau porsi kepemilikan dari usaha atau portofolio investasi tertentu. Contohnya : sukuk ijarah, sukuk mudharabah, atau sukuk musyarakah. Sementara sukuk yang mewakili piutang dalam bentuk uang maupun barang tidak dapat diperdagangkan (non-tradable sukuk). Contohnya : sukuk salam, sukuk istishna, atau sukuk murabahah.
MI.Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:8) mengemukakan paling tidak terdapat enam akad penting yang dapat menjadi basis pengembangan obligasi syariah. Empat di antaranya telah disebutkan di atas (yaitu akad ijarah, mudarabah, musyarakah, dan istishna’), dua yang lainnya adalah 1) murabahah yaitu akad jual beli barang yang pembeli dapat membayar harga barang yang disepakati pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati, penjual dapat menambah marjin pada harga pokok barang yang dijual tersebut; dan 2) salam yang merupakan kontrak jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bab XXV, Pasal 605 (Suyud Margono dkk., 2009: 136) disebutkan bahwa “penerbitan obligasi dapat digunakan antara lain dalam transaksi: a. mudarabah/muqaradah; b. qirad; c. musyarakah; d. murabahah; e. salam; f. istishna’; dan g. ijarah.”
Ketentuan di atas sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah. Dalam ketentuan khusus fatwa tersebut nomor 1 disebutkan bahwa “Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain: a. mudarabah (muqaradah)/ qirad; b. musyarakah; c. murabahah; d. salam; e. istishna’; f. ijarah.”
Di samping jenis-jenis di atas ada beberapa jenis sukuk lainnya, diantaranya:
- Sukuk Mudharabah Konversi, yaitu sukuk mudharabah dengan opsi investor dapat mengkonversi sukuk menjadi saham emitten pada saat jatuh tempo (maturity).
- Sukuk Korporasi, yaitu jenis sukuk yang diterbitkan suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah.
- Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Sukuk Negara Ritel. SBSN atau dapat disebut sukuk Negara, adalah surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Menurut fatwa DSN No. 69/DSN-MUI/VI/2008, Surat Berharga Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian ( حصة ) kepemilikan aset.
Sedangkan Sukuk Negara Ritel adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang diperuntukkan bagi investor individu warga negara Indonesia. Sukuk Negara Ritel diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat (scripless), namun kepada para investor akan diberikan Surat Bukti Kepemilikan.
Dalam UU No 19/2008 dikatakan bahwa underlying aset adalah aset SBSN, dimana aset SBSN adalah obyek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara (BMN) yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. Adapun yang dimaksud barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau berasal dari perolehan lain yang sah.
Tujuan utama pemerintah menerbitkan sukuk negara adalah untuk membiayai APBN, termasuk membiayai pembangunan proyek. Sebagaimana disebutkan pada pasal 4 UU SBSN bahwa tujuan SBSN diterbitkan adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara termasuk membiayai pembangunan proyek. Proyek yang dapat dibiayai dengan sukuk negara adalah sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan, perumahan. Adapun manfaat dari penerbitan sukuk ini antara lain adalah:
1) Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara;
2) Memperkaya instrumen pembiayaan fiskal.
3) Memperluas dan mendiversifikasi basis investor SBN.
4) Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di dalam negeri;
5) Mengembangkan alternatif instrumen investasi.
6) Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.
7) Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara dan mendorong tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Negara.
Departemen Keuangan sebagai pihak yang merepresentasikan pemerintah menegaskan bahwa dalam setiap penerbitan sukuk atau surat berharga syariah negara, tidak ada aset negara yang dijual atau digadaikan.
Ketentuan penggunaan aset negara sebagai underlying asset penerbitan sukuk diatur dalam UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara adalah sebagai berikut:
a. Hanya hak manfaat atas aset SBSN yang dijual/disewakan kepada SPV yang dibentuk Pemerintah berdasarkan UU No. 19 tahun 2008.
b. Tidak ada pemindahan hak kepemilikan (legal title) BMN (Barang Milik Negara).
c. Tidak ada pengalihan fisik BMN, sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas kepemerintahan.
d. Aset SBSN bukan sebagai jaminan (collateral).
Saat jatuh tempo Sukuk Negara atau terjadi default (gagal bayar), BMN tetap dikuasai pemerintah berdasarkan purchase & sale undertaking agreement. DPR memberikan persetujuan atas jumlah SBSN/Sukuk Negara yang diterbitkan dan atas jumlah aset SBSN yang dipergunakan dalam penerbitan Sukuk Negara dimaksud.
- G. Prinsip dan Etika Islam Berkaitan dengan Sukuk
Sukuk sebagai salah satu instrument investasi yang beredar di pasar modal perlu diatur sedemikian rupa dengan batasan dan aturan syariah (dhawabith syar’iyyah) yang ketat, baik aturan yang mengikat secara umum, maupun aturan yang mengikat secara khusus tergantung jenis akad yang dipilih dalam penerbitan sukuk, oleh karena itu Majma’ Fiqh al-Islami no.5 tahun 1988 tentang aturan-aturan sukuk, yaitu:
Dhabith (aturan) 1: Sukuk harus mewakili kepemilikan atas suatu bagian yang tidak dapat dibagi (dipisahkan) dari suatu proyek yang dilakukan emitten (penerbit sukuk), baik untuk membangun proyek tersebut, atau untuk mendanainya. Dan kepemilikan itu terus berlaku selama proyek berlangsung hingga akhir masa proyek. Konsekuensi dari kepemilikan ini adalah si pemegang sukuk (investor) berhak atas seluruh hak yang disepakati dan berhak melakukan transaksi yang sesuai dengan syariah mengingat sukuk dapat mewakili aset-aset proyek baik yang nyata (berwujud) ataupun maknawiyah.
Dhabith (aturan) 2 : Adanya akad dalam sukuk, dengan landasan; syarat-syarat akad ditentukan pada awal ketika sukuk diterbitkan dalam draft syarat dari penerbit/perjanjian perwaliamanatan sukuk (nusyrah ishdar); ijab terjadi melalui proses penawaran sukuk ke pasar modal (al-iktitab), dan qabul terjadi dengan ada persetujuan dengan pihak emitten penerbit sukuk (al-muwafaqah). Kecuali jika saat kesepakatan awal mengatakan bahwa itu adalah ijab, maka itu menjadi ijab, dan proses penawaran adalah qabul-nya. [16]Di dalam draft syarat penerbitan saat awal penerbitan sukuk (perjanjian perwaliamanatan sukuk) harus terkandung di dalamnya seluruh penjelasan yang harus dilengkapi sesuai syariah yang menggambarakan sukuk tersebut; baik itu penjelasan mengenai besaran modal pokok, pembagian keuntungan (bagi hasil), serta menjelaskan syarat-syarat khusus terkait penerbitan sukuk tersebut, dan tentunya seluruh syarat tersebut harus sesuai dengan hukum-hukum syariah.
Dhabith (aturan) 3: Sukuk haruslah bisa diterima sebagai alat transaksi/beredar setelah selesai masa penawaran sukuk di pasar perdana – dengan catatan bahwa hal itu diizinkan oleh pihak yang bersekutu—dengan memperhatikan syarat-syarat berikut:
- Jika underlying asset merupakan sebuah proyek sosial setelah pencatatan, dam sebelum proses pengerjaan proyek masih berupa uang, maka perputaran sukuk dianggap sebagai pertukaran uang dengan uang, maka berlakulah hukum sharf. Yaitu, adanya serah terima langsung di tempat akad sebelum berpisah, tidak ada khiyar, kesetaraan (sama jumlah); sebagaimana jual beli uang yang sama jenisnya, yakni patokannya adalah nilai nominal yang dibayarkan, jika sukuk tersebut diperjualbelikan maka tidak boleh ada nilai tambah atau kurang. [17]
Dalil: Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w. bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
“(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.” |
- Jika underlying asset berupa utang, maka dalam peredaran sukuk harus menerapkan hukum bermuamalah dengan utang. [18]
Dalil : Hadits Rasulullah SAW,
أن النبي نهى عن الكلئ بالكالــــــــــئ” اخرجه الحاكم في المستدرك
Nabi SAW melarang jual beli hutang dengan hutang (Diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitabnya Mustadrak)
- Jika underlying asset berupa berbagai wujud yang bercampur baur yang mencakup uang, utang, aset berwujud, aset manfaat; maka peredaran sukuk boleh sesuai dengan harga yang disepakati dengan saling ridha antara investor dengan obligor. Kondisi yang sering terjadi adalah campuran antara aset berwujud dengan aset manfaat. [19]
Perlu juga memperhatikan syarat-syarat berikut dalam pembuatan draft syarat penerbitan sukuk (perjanjian perwaliamanatan sukuk): yaitu bentuk (shigah) akad yang dipakai harus memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya; serta tidak mengandung syarat yang bertentangan dengannya, diantaranya:
- Harus dituliskan dalam perjanjian tersebut siap berkomitmen terhadap hukum prinsip syariah Islam, serta dengan dibentuknya/adanya Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi setiap proses.
- 2. Harus disebutkan pembatasan zona investasi dan menentukan jenis akad pembiayaan yang dipakai dalam penerbitan sukuk tersebut, apakah ijarah, mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, atau muzara’ah.
- 3. Tidak boleh mencantumkan jaminan terhadap bagian aset peserta (investor) tertentu, atau jaminan dari keterpotongan keuntungan, atau segala sesuatu yang dikaitkan dengan modal pokok; karena dengan adanya pencantuman demikian akan membatalkan syarat dhaman. [20]
- 4. Tidak boleh dicantumkan dalam perjanjian tersebut syarat bahwa salah satu peserta (investor) harus menjual bagiannya, meskipun syarat tersebut mu’allaq (bersyarat) atau diidhafahkan dengan masa yang akan datang. Yang diperbolehkan hanyalah janji penjualan (wa’d lil ba’i), dengan kondisi tersebut jual beli tidak sempurna tanpa sempurnanya akad, dan dengan nilai besaran yang disepakati keduabelah pihak dan juga dinilai pantas oleh para pakar.
- 5. Tidak boleh mengandung unsur kesepakatan yang membuka kemungkinan dipotongnya keuntungan perusahaan, jika kesepakatan demikan terjadi maka syarat tersebut batal, akad tetap sah, dan bagi hasil tetap berlangsung sebanding dengan jumlah modal.
Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
Konsekuensi dari hal itu:
- a. Tidak boleh mensyaratkan besaran jumlah tertentu (nilai tetap) bagi pihak pemegang sukuk, atau bagi pihak penyelenggara proyek (emitten).
- b. Bagian yang dibagi adalah keuntungan sesuai dengan makna syariah, yakni “kelebihan dari modal pokok”, bukan al-iiraad atau al-ghullah.
- c. Penghitungan keuntungan dan kerugian haruslah diberitahukan kepada investor atau di bawah pengawasannya.
- 6. Pembagian hak atas keuntungan haruslah dilakukan secara nyata, yaitu dengan cara dibagikan.
Hadits Rasulullah SAW :
وَعَنْ حَنْظَلَةَ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: ( سَأَلْتُ رَافِعَ بْنَ خَدِيجٍ رضي الله عنه عَنْ كِرَاءِ اَلْأَرْضِ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ? فَقَالَ: لَا بَأْسَ بِهِ, إِنَّمَا كَانَ اَلنَّاسُ يُؤَاجِرُونَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى الْمَاذِيَانَاتِ, وَأَقْبَالِ اَلْجَدَاوِلِ, وَأَشْيَاءَ مِنْ اَلزَّرْعِ, فَيَهْلِكُ هَذَا وَيَسْلَمُ هَذَا, وَيَسْلَمُ هَذَا وَيَهْلِكُ هَذَا, وَلَمْ يَكُنْ لِلنَّاسِ كِرَاءٌ إِلَّا هَذَا, فَلِذَلِكَ زَجَرَ عَنْهُ, فَأَمَّا شَيْءٌ مَعْلُومٌ مَضْمُونٌ فَلَا بَأْسَ بِهِ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ. Hanzhalah Ibnu Qais Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rafi’ Ibnu Khadij tentang menyewakan tanah dengan emas dan perak. Ia berkata: Tidak apa-apa. Orang-orang pada zaman Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyewakan tanah dengan imbalan pepohonan yang tumbuh di tempat perjalanan air, pangkal-pangkal parit, dan aneka tumbuhan. Lalu dari tetumbuhan itu ada yang hancur dan ada yang selamat, sedang orang-orang tidak mempunyai sewaan lainnya kecuali ini. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang hal itu. Adapun imbalan dengan barang yang nyata dan terjamin, maka tidak apa-apa. Riwayat Muslim. |
|||
Merujuk kepada fatwa-fatwa DSN yang berkaitan dengan sukuk, beberapa prisnip yang wajib diterapkan dalam sukuk diantaranya:
- Akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, dan Ijarah. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten kepada pemegang sukuk harus bersih dari unsur non halal. (Fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah).
- Nisbah keuntungan bagi hasil dalam sukuk mudharabah harus ditentukan sesuai kesepakatan sebelum penerbitan sukuk. Selanjutnya, pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan, dengan demikian pada saat jatuh tempo diperhitungkan secara keseluruhan.(Fatwa DSN No.33)
عَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ, أَوْ زَرْعٍ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ لَهُمَا: فَسَأَلُوا أَنْ يُقِرَّهُمْ بِهَا عَلَى أَنْ يَكْفُوا عَمَلَهَا وَلَهُمْ نِصْفُ اَلثَّمَرِ, فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( نُقِرُّكُمْ بِهَا عَلَى ذَلِكَ مَا شِئْنَا, فَقَرُّوا بِهَا, حَتَّى أَجْلَاهُمْ عُمَرُ )
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan memperoleh setengah dari hasilnya berupa buah-buahan dan tanaman. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat Bukhari-Muslim: Mereka meminta beliau menetapkan mereka mengerjakan tanah (Khaibar) dengan memperoleh setengah dari hasil kurma, maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Kami tetapkan kalian dengan ketentuan seperti itu selama kami menghendaki.” Lalu mereka mengakui dengan ketetapan itu samapi Umar mengusir mereka.
- Memerlukan underlying asset; sehingga tidak masuk ke dalam pengharaman jual beli utang atau jual beli hal yang tidak dimiliki.
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ وَحُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ عَنْ يَزِيدَ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Telah mengabarkan kepada kami ‘Amru bin Ali dan Humaid bin Mas’adah dari Yazid, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ayyub dari ‘Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal jual beli dengan syarat diberi hutang, serta dua syarat dalam jual beli serta menjual apa yang tidak kamu miliki.” (HR Nasa’i).
- Jenis usaha yang dilakukan Emiten (mudarib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Ibnu Mas”ud -rodhiyallahu “anhu- telah melarang mengambil untung dari menjual anjing, melacur dan menjadi dukun.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Buyu”
- Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan;
- Harus terbebas dari riba, gharar, dan maysir;
Hadist tentang larangan riba salah satunya ditunjukkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Emas dengan emas yang sama jenisnya dan timbangannya. Perak dengan perak yang sama jenisnya dan timbangannya. Barangsiapa yang menambah atau minta tambah, itu adalah riba”. Diriwayatkan oleh Muslim.
Sementara itu, larangan terhadap kegiatan yang mengandung maysir dapat ditemukan pada QS Al-Maidah: 90
يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
- Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DPS atau oleh Tim Ahli syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI.
- Apabila perusahaan penerbit sukuk melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, wajib dilakukan pengembalian dana investor dan harus dibuat surat pengakuan utang.
- Apabila Emiten berbuat kelalaian atau cedera janji, maka pihak investor dapat menarik dananya.
- Hak kepemilikan obligasi syariah mudarabah dapat dipindahtangankan kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad perjanjian.
- Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul.
- Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
- Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata merupakan fungsi waktu dari uang (time value of money).
- Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada (bay al dayn bi al dayn).
Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, ada beberapa kriteria persyaratan yang harus dipenuhi oleh emiten, yaitu:
- Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:{(i) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (ii) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (iii) usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (iv) usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat}
- Peringkat Investment Grade: {(i) memiliki fundamental usaha yang kuat; (ii) memiliki fundamental keuangan yang kuat; (iii) memiliki citra yang baik bagi public.}
- Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).
Ketentuan khusus pada sukuk berakad ijarah sebagai berikut:
- Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerah, harta perdagangan) maupun berupa jasa
- Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
- Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
- Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah
- Pemakaian manfaat harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga
- Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
- H. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penerbitan Obligasi dan Sukuk
- a. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penerbitan Obligasi Konvensional
Dalam mekanisme penerbitan obligasi terdapat beberapa pihak yang terlibat sebagai aktor utama terwujudnya pelaksanaan kegiatan transaksi jual beli. Untuk itu perlu melihat beberapa pihak yang terlibat dan bagaimana perannya.[21]
- Emiten: emiten (issuer) adalah pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan obligasi/sukuk dengan tujuan untuk mendapatkan dana. Yang dapat menjadi emiten adalah perusahaan BUMD, BUMN, Pemerintah Daerah. Secara sederhana emiten dapat disebut juga sebagai pihak yang membutuhkan dana..
- Penjamin Emisi (Underwriter) adalah perusahaan yang melakukan penjualan obligasi/sukuk. Pada dasarnya penjamin merupakan mediator antara emiten dengan pemodal. Apabila obligasi tidak terjual maka penjamin emisi bertanggug jawab untuk membeli semua sisa obligasi sesuai dengan perjanjian-perjanjian emisi yang sudah disepakati
- Wali amanat (trustee) adalah pihak yang dirujuk oleh emiten, tetapi tidak mewakili kepentingan pemegang obligasi. Wali amanat adalah satu pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat untung, baik dalam pengadilan maupun diluar pengadilan yang dapat bertindak sebagai wali amanat adalah baik lembaga keuangan, bukan keuangan atau lembaga lain yang mendapat persetujuan dari BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal).
- Penanggung, jasa penanggung (Guarantor) diperlukan apabila suatu pihak menerbitkan obligasi. Tujuannya adalah untuk menjamin pelunasan seluruh pinjaman pokok beserta bunga, apabila ternyata dikemudian hari emiten tidak mampu membayar atau wanprestasi biasanya jasa pertanggungan ini dilaksanakan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai reputasi sangat baik.
- Lembaga kliring, lembaga ini berfungsi menyelesaikan semua hak-hak dan kewajiban yang timbul dari transaksi di bursa efek. Lembaga kliring dapat juga bertindak sebagai agen pembayaran atas transaksi jual beli obligasi. Umumnya yang ditunjuk sebagai lembaga kliring adalah bank. Bank bertugas membayar bunga dan pinjaman pokok atas obligasi namun keterlibatannya hanya setelah obligasi masuk di bursa efek atau di pasar sekunder.
- Akuntan Publik, merupakan profesi penunjang pasar modal yang berfunsi memeriksa kondisi keuangan emiten serta memberikan pendapatannya tentang kelayakan emiten dalam penerbitan obligasi.
- b. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penerbitan Sukuk
- Obligor, adalah pihak yang bertanggungjawab atas pem- bayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan sukuk jatuh tempo.
- Special Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi: (i)sebagai penerbit sukuk, (ii)menjadi counterpart Pemerintah dalam transaksi pengalihan aset, (iii)bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
- Wali Amanat (trustee),untuk mewakili kepentingan investor.
- Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, marjin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.[22]
- I. Proses Penerbitan Sukuk
Penerbitan obligasi syariah pada prinsinpnya tidak jauh berbeda dengan obligasi konvensioal. Adapun langkah-langkanya sebagai berikut:[23]
- Emiten (obligor) menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi syari’ah kepada underwriter (wakil dari emitten)
- Underwriter akan melakukan penawaran kepada investor
- Bila investor tertarik, maka akan menyerahkan dananya kepada emitten melalui underwriter
- Emitten akan membayarkan bagi hasil dan pembayaran pokok kepada investor.
- J. Permasalahan dan Kritik Seputar Sukuk
Meskipun sukuk telah dihalalkan oleh MUI dan juga di kancah internasional, namun pada tataran praktek ada beberapa permasalahan yang timbul yang bila tidak dicermati secara jeli akan mempengaruhi kehalalan sukuk, diantaranya:
ü Tingkat return yang dipastikan pada sukuk
Tingkat return pada sebagian besar sukuk secara pasti disetujui di awal bahkan tanpa provisi tertentu untuk jaminan pihak ketiga. Beberapa sukuk yang diterbitkan menjadi sasaran kritikan tajam disebabkan karena keterlibatannya dari bay’ al-inah, bay’ al-dayn dan sifat-sifat landasan non-syariah yang membuat sukuk sama dengan obligasi berdasarkan buka. Bay’ al-inah merupakan penjualan dua kali di mana pinjam dan orang yang meminjam menjual dan kemudian menjual kembali suatu objek di antara mereka sekali untuk tujuan memperoleh uang tunai dan sekali lagi untuk tujuan harga yang lebih tinggi berdasarkan kredit, dengan hasil bersih dari suatu pinjaman dengan bunga.
Menurut aturan syariah, pemegang sukuk secara bersama memiliki resiko terhadap harga aset dan biaya-biaya yang terkait dengan kepemilikan dan bagian dari uang sewanya dengan melakukan sewa pada pengguna tertentu.
ü Bay’ al Dayn
Perdagangan pasar sekunder untuk sekuritas Islam dimungkinkan melalui bay’ al-dayn sebagaimana berbagai kasus di Malaysia yang didasarkan pada sukuk. Akan tetapi, kebanyakan ulama tidak menerima keadaan ini karena utang yang diwakili oleh sukuk didukung oleh aset-aset utama. Walaupun begitu, ahli-ahli hukum muslim klasik dengan suara bulat menyatakan bahwa bay’al-dayn dengan diskon tidak diperbolehkan dalam syariah.
Berikut adalah kutipan kritik Adiwarman Karim terhadap sukuk:
“Keuangan syariah yang selama ini dipercaya kokoh dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap krisis ekonomi, mulai dipertanyakan keabsahannya. Paling tidak karena tiga indikasi yang sekarang ini mulai tampak di luar negeri. Pertama, munculnya penerbit sukuk yang gagal bayar. Kedua, menurunnya nilai aset perusahaan keuangan syariah karena turunnya nilai pasar surat berharga yang dimilikinya. Ketiga, mulai meningkatnya pembiayaan bermasalah.
Dilihat dari sisi risiko, investor pada asset-based sukuk sebenarnya mempunyai tingkat risiko yang sama dengan memberikan utang tanpa jaminan (unsecured). Sedangkan investor pada asset-backed sukuk mempunyai hak tagih atas aset riil yang telah dipisahkan kepemilikannya, walaupun di beberapa Negara hak tagih atas aset riil ini bukan berarti hak atas aset riil itu sendiri.
Secara lebih spesifik, struktur sukuk dengan akad ijarah mausufah bi dzimmah yaitu akad sewa dimana barang yang akan disewakan belum wujud tentu mengandung risiko yang lebih besar daripada sukuk dengan akad ijarah yaitu akad sewa yang barangnya telah wujud.
Secara syariah kedua jenis sukuk ijarah ini sama-sama memenuhi prinsip syariah, namun secara risiko berbeda. Dalam sukuk ijarah yang barangnya masih akan diwujudkan tentu ada tambahan risiko yaitu gagal-serah atau gagal-pakai barang yang menjadi objek sukuk. Bila dalam kontraknya risiko ini tidak diantisipasi dan dilindungi maka risiko investor sebenarnya sama dengan utang tanpa jaminan (unsecured). Sedangkan dalam sukuk yang barangnya telah wujud, risiko ini tidak ada.
Disinilah peran penting regulator dan lembaga fatwa dalam menerbitkan aturan main. Tidak saja diperlukan pemenuhan aspek syariah secara formal-prosedural, namun jauh lebih penting lagi diperlukan kearif-bijaksanaan dalam menyusun regulasi dan fatwa bagi industri keuangan syariah.
Produk keuangan syariah yang sophisticated hanya layak dijual kepada investor yang sophisticated pula. Hanya produk keuangan syariah yang sederhana boleh dijual kepada investor yang sederhana pula. Sehingga diperlukan aturan yang mendefinisikan siapa investor yang sophisticated dan siapa investor yang sederhana, juga apa yang dimaksud produk yang sophisticated dan produk yang sederhana. Logikanya, definisi ini akan berbeda dari satu Negara ke Negara lain karena perbedaan tingkat pemahaman dan perkembangan industrinya. Itu sebabnya pula ide untuk saling-mengakui (mutual recognition) regulasi dan fatwa tanpa penyesuaian kondisi masing-masing Negara, tidak memenuhi kriteria kearif-bijaksanaan.
Dalam ilmu fiqih, misalnya, ketika terjadi jual-beli kacang tanah yang belum dipanen juga membedakan antara transaksi diantara orang yang mempunyai keahlian dengan transaksi diantara orang awam. Secara umum, bila transaksinya antara orang awam, fiqih melarang jual-beli kacang tanah ini karena kuantitas dan kualitasnya tidak diketahui. Sehingga dikawatirkan jual-beli semacam ini akan menimbulkan gharar (ketidak-pastian), oleh karenanya transaksi ini dilarang. Mereka inilah yang disebut pedagang sederhana.
Namun bila transaksinya dilakukan diantara orang yang mempunyai keahlian dalam menaksir kualitas dan kuantitas kacang tanah, maka transaksi ini dibolehkan. Biasanya si pembeli diberi kesempatan untuk mengambil contoh kacang tanah dibeberapa tempat di lahan yang akan dipanen, kemudian mereka mulai melakukan tawar menawar. Kacang tetap segar didalam tanah, transaksi dapat dilakukan. Mereka inilah yang disebut sophisticated traders.
Fiqih yang dikembangkan ratusan tahun oleh sekian banyak ulama yang berusaha memberikan kearif-bijaksanaan lokal dalam menafsirkan ketentuan syariah, merupakan warisan yang tidak ternilai bagi kita yang hidup di jaman ini. Selalu terasa ruh dalam fatwa-fatwa mereka. Ruh kearif-bijaksanaan, ruh maqasid syariah, ruh kebenaran hakiki.
Tanpa ruh ini, keuangan syariah akan terasa hambar bagaikan masakan tanpa garam. Formal-prosedural memang memenuhi prinsip syariah, namun kesyariahannya tidak dirasakan oleh masyarakat.
Indonesia merupakan harapan besar dunia untuk menampilkan keuangan syariah yang benar-benar terasa ruhnya. Selama ini, Indonesia lebih memilih mazhab berhati-hati daripada mazhab pertumbuhan. Mengecilkan peran ulama, apalagi mengerdilkan peran ulama dalam membangun industri keuangan dan perbankan syariah hanya akan menghasilkan industri keuangan dan perbankan syariah tanpa ruh.”[24]
[2] Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan, Edisi Kedua, Yayasan badan Penerbit Gadjah Mada, 1977. hlm 128
[3] M. Manulang, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Monora dan BKLM, Medan, 1973.
[6] Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang. Unit penyertaan tanda investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivative dari efek (Z. Dunil, 2004:43).
[7] Sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan Arab menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa Latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi perbankan kontemporer (Beik: 2007).
[8] Badan usaha (pemerintah) yang mengeluarkan kertas berharga yang diperjualbelikan (Sigit Winarno dan Sujana Ismaya, 2003:181).
[9] Ahmad Supriyadi, Pasar Modal Syari’ah Di Indomesia,STAIN, Kudus, 2009. Hlm135
[10] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Predana Media Grup, Jakarta: 2010. Hlm 141
[12] Hussein Syahattah, “Tasaaulaat Haula as-Shukuk wal Ijaabah ‘alaiha”,2013
[14] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, EKONISIA, Yogyakarta, 2004, hlm 224
[15] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana, Jakarta: 2010, Hlm 143-144
[16]Hay’ah al-Muraja’ah wal Muhasabah lil-Muasasaat al-Maaliyah al-Islamiyyah, “Al-Mi’yaar asy-Syar’iyyah”, hlm.316. Lihat juga: Asy-Syarif, Muhammad Abdul Ghaffar. “Adh-Dhawabith asy-Syar’iiyah lit-Tawriq wat-Tadawaul lil-Ashum wal-Hishash was-Sukuk”, Makalah yang disajikan pada Nadwah al-Barakah lil-Iqtishad al-Islamiy. 2002. Bahrain. Hlm 7
[17]Lihat: Bada’i Shana’i 5/215,Al-Mughni Ibnu Qudamah 4/14, Al-Mausu;ah al-Fiqhiyyah 26/350,354,355.
[18].Lihat : Haasiyah Ibnu ‘Abidin 4/166. Al-Mubdi’ 4/199
[19].Lihat: Al-Majmu’:9/265
[20].Lihat: Asy-Syarh ash-Shagir, Imam Dardiri 4/42, Al-Mughni 5/148,6/118
[22]Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Departemen Keuangan, Mengenal Sukuk Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syari’ah, Jakarta